1. Teori-teori Agresif
Banyak teori mengenai agresif yang dikemukakan oleh ahli-ahli psikologi
yang masing-masing dilandasi oleh kemampuannya masing-masing. Tetapi hingga
saat ini terdapat tiga teori yang agresif yang dianggap cukup berpengaruh,
yakni diantaranya:
a. Teori instink
Tokoh utama dari reori ini adalah Sigmun Freud, Kontrad Lorenz dan Robert
Ardrey. Teori
paling klasik tentang perilaku agresif ini mengemukakan bahwa manusia memilki
insting bawaan secara genetis untuk berperilaku agresif. Freud (Hudaniah dan
Tri Dayakisni, 2003:196) menjelaskan bahwa: “pada dasarnya pada diri manusia
terdapat dua macam instink, yaitu instink untuk hidup dan instink untuk mati”. Robber
Baron (Hudaniah dan Tri Dayakisni, 2003:197) menyatakan bahwa: “agresif
merupakan tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan
individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut”. Dengan
demikian ada empat unsur dalam agresif: 1) Mempunyai tujuan untuk mencelakakan.
2) Ada individu yang menjadi pelaku. 3) Ada individu yang menjadi korban.
4) Ketidak inginan korban untuk menerima tingkah laku korban.
1. Teori Psikoanalisa
Tokoh Psikoanalis,
Sigmund Freud (Hudaniah dan Tri Dayakisni, 2003:198) mengemukakan bahwa
perilaku agresif merupakan gambaran ekspresi yang sangat kuat dari insting
untuk mati (thanatos). Dengan
melakukan agresif, maka secara mekanis individu telah berhasil mengeluarkan
energi destruktifnya dalam rangka menstabilkan keseimbangan mental antara
insting mencintai (eros) dan insting
kemaitian (thanatos) yang ada dalam
dirinya.
Energi destruktif
individu dapat dikeluarkan dalam bentuk perilaku yang tidak merusak, namun yang
hanya bersifat sementara. Kemudian aliran Neufreudian merevisi teori-teori
tersebut. Dikemukakan oleh Wrighsman dan Deaux (Tri Dayakisna dan Hudaniah dan
Tri Dayakisni, 2003:197) menyatakan bahwa agresif adalah bagian dari ego yang
berorientasi pada kenyataan sehingga dorongan agresif adalah suatu yang sehat
karena bertujuan untuk menyesuaikan dengan lingkungan yang nyata dari menusia.
Selanjutnya Wrighsman
dan Deaux (Hudaniah dan Tri Dayakisni, 2003:197) menunjukkan suatu revisi yang
dilakukan oleh pengikut-pengikut Neo-Freudian. Mereka mengatakan bahwa: “agresif
merupakan bagian dari ego (bagian dari kepribadian yang berorientasi pada
kenyataan) daripada menempatkan agresif di antara proses-proses irrasional id”.
Menurut mereka dorongan agresif adalah sehat, karena merupakan usaha untuk
menyesuaikan dengan lingkungan yang nyata dari manusia.
2.
Teori Etologi: Konrad Lorenz dan Robert Ardrey
Lorenz dipandang sebagai bapak pendiri Etologi. Menurut dia, dorongan agresif
yang ada di dalam diri setiap mahluk hidup yang memiliki fungsi dan peranan
penting bagi pemeliharaan hidup atau dengan kata lain memiliki nilai survival.
Sejalan dengan Freud, Lorenz merumuskan instink dengan menggunakan konsep
energy serta menggunakan model hidraulik untuk menerangkan proses kemunculan
atau mekanisme tingkah laku instinktif/naluriah.
Lorenz (Hudaniah dan Tri Dayakisni, 2003:198) berasumsi bahwa: “setiap
tingkah laku naluriah memiliki sumber energi yang disebut energi tindakan spesifik
(action specific energy) dan kemunculannya dikunci oleh mekanisme
pelepasan bawaan (innate releasing mechanism)”. Stimulus yang bisa
membuka kunci mekanisme pelepasan bawaan sehingga suatu tingkah laku naluriah
bisa muncul adalah stimulus tertentu yang cocok dengan mekanisme pelepasan
bawaan tersebut. Stimulus ini bisa berupa stimulus yang berasal dari lingkungan
(disebut stimulus kunci) juga bisa berupa tingkah laku yang spesifik yang
ditunjukkan oleh anggota spesies yang sama (disebut pelepas sosial).
Senada dengan Lorenz, Robert Ardrey (Tri Dayakini dan Hudaniah dan Tri
Dayakisni, 2003:199) juga mendasarkan pada teori evolusi Darwin dalam
penelitiannya tentang perilaku agresif. Menurut Ardrey, manusia sejak
kelahirannya telah membawa “killing imperative” dengan hal ini manusia
dihinggapi obsesi untuk menciptakan senjata dan menggunakan senjatanya itu
untuk membunuh (apabila diperlukan). Tetapi manusia juga memiliki mekanisme
pengendalian kognitif yang mengimbangi keharusan membunuh. Salah satu pengimbang
tersebut yakni nurani. Nurani ini memainkan peranan dalam menghambat agresif
intra spesies.
b. Teori Frustasi-Agresif
Dikemukakan oleh John Dollard
dan Neal Miller. Teori ini berpendapat bahwa agresif merupakan hasil dari
dorongan untuk mengakhiri keadaan frustrasi seseorang sebagai reaksi terhadap
peristiwa yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini frustrasi adalah
kendala-kendala eksternal yang menghalangi perilaku seseorang. Dapat atau
tidaknya frustrasi menimbulkan reaksi agresif bergantung pada pengaruh variabel
perantara. Misalnya ketakutan terhadap hukuman karena melakukan tindakan agresif
secara nyata, atau tanda-tanda yang berhubungan dengan perilaku agresif sebagai
faktor-faktor yang memfasilitasi perilaku agresif.
Gambar 1
Hubungan antara arustasi dan agresif
Sumber: Buku
Psikologi Sosial (Tridayakisni dan Hudaniah dan Tri Dayakisni, 2003)
Keterangan gambar:
Frustasi (keadaan
tidak tercapainya tujuan perilaku) menciptakan suatu motif untuk agresif.
Ketakutan akan hukuman atau tidak disetujui untuk agresif melawan sumber
penyebab frustasi mengakibatkan dorongan agresif diarahkan melawan sasaran lain.
c. Teori Belajar Sosial
Teori ini menjelaskan bahwa perilaku agresif
sebagai perilaku yang dipelajari. Albert Bandura (Hudaniah dan Tri Dayakisni,
2003:202) menyatakan bahwa: “perilaku agresif merupakan hasil dari proses belajar
sosial”. Belajar sosial adalah belajar melalui mekanisme belajar pengamatan
dalam dunia sosial. Teori belajar sosial menekankan kondisi lingkungan yang membuat
seseorang memperoleh dan memelihara respon-respon agresif. Asumsi dasar dari
teori ini adalah sebagian besar tingkah laku individu diperoleh sebagai hasil
belajar melalui pengamatan (observasi) atas tingkah laku yang ditampilkan oleh
individu-individu lain yang menjadi model. Dengan demikian, para ahli teori ini
percaya bahwa observational atau social
modeling adalah metode yang lebih sering menyebabkan agresif. Anak-anak
yang melihat model orang dewasa agresif secara konsisten akan lebih agresif
bila dibandingkan dengan anak-anak yang melihat model orang dewasa non-agresif.
Model teoritik tentang perkembangan agresif pada
anak-anak menurut Housman (Hudaniah dan Tri Dayakisni, 2003:204) adalah adanya
“aggressive cognitive script” yang
diperoleh anak. Sebenarnya skrip ini merupakan suatu program untuk berperilaku
yang dipelajari pada saat awal kehidupan, disimpan dalam ingatannya dan pada
gilirannya akan digunakan sebagai petunjuk dalam berperilaku dan memecahkan
suatu persoalan sosial. Secara umum, semakin sesuai antara situasi yang
dihadapi anak dengan karakteristik situasi yang diingat dalam ingatannya, maka
semakin besar kemungkinan digunakannya skrip tersebut sebagai petunjuk
berperilaku.
|
|
|
|
|
|||
|
Gambar 2
Pandangan Teori Belajar Sosial tentang Agresif
Sumber: Buku Psikologi Sosial (Tri
Dayakisni an Hudaniah dan Tri Dayakisni, 2003)
2. Perkembangan dan Bentuk-bentuk Agresif
Perilaku agresif sebenarnya sudah terlihat pada masa bayi. Bolman (Hudaniah
dan Tri Dayakisni, 2003:213) menjelaskan bahwa: “dalam usia 0-6 bulan individu
sudah memperlihatkan agresifnya meskipun belum dapat dibedakan bentuknya,
perilaku mereka bertujuan mengurangi ketegangan”. Agresif tersebut utamanya
adalah dijadikan alat untuk memperoleh sesuatu.
Anak-anak usia sekolah taman kanak-kanak bertengkar dan berkelahi untuk
memperebutkan sebuah mainan. Kemudian pada usia selanjutnya yakni pada usia
sekolah dasar, anak lebih mengarahkan agresifnya pada orang lain yang
diwujudkan dalam bentuk mengejek, mencela, menggoda dan sebagainya. Pada tahap
usia remaja, bentuk agresif dibedakan menjadi beberapa tipe tertentu meskipun
tidak dapat dipisahkan secara jelas dengan agresif pada anak-anak dan orang
dewasa.
Bolman (Hudaniah dan Tri Dayakisni, 2003:213) menjelaskan bahwa:
“perilaku agresif yang timbul pada usia 6-14 tahun adalah berupa kemarahan,
kejengkelan, rasa iri, tamak, cemburu, dan suka mengkritik”. Hal tersebut
mereka arahkan kepada teman sebaya, saudara sekandung, juga pada dirinya
sendiri. Perilaku ini dilatarbelakangi adanya keinginan untuk menang, bersaing,
meyakinkan diri, menuntut keadilan, dan memuaskan perasaan. Selain itu, mereka
juga senang berkelahi secara fisik untuk anak laki-laki dan berperang mulut
untuk anak perempuan. Setelah itu pada usia 14 tahun sampai dewasa, mereka
sudah mulai memodifikasi perasaan agresif, misalnya dalam bentuk aktivitas
kerja dan olahraga.
Bentuk-bentuk agresif ini kemudian diperjelas oleh Delut (Hudaniah dan
Tri Dayakisni, 2003:213) digambarkan dalam bentuk item-item dari factor
analysis of behavioral checklist, yang terdiri dari:
a) Menyerang secara fisik (memukul, merusak,
mendorong). b) Menyerang dengan kata-kata. c) Mencela orang lain. d) Menyerbu
daerah orang lain. e) Mengancam melukai orang lain. f) Main perintah. g)
Melanggar milik orang lain. h) Tidak mentaati perintah. i) Membuat permintaan
yang tidak pantas dan tidak perlu. j) Bersorak-sorak, berteriak, atau berbicara
keras pada saat yang tidak pantas. k) Menyerang tingkah laku yang dibenci.
Sementara itu, Medinus dan Johnson (Hudaniah dan Tri Dayakisni,
2003:214) mengelompokkan agresif menjadi empat ketegori, yaitu:
1.
Menyerang secara fisik, yang termasuk di dalamnya
adalah memukul, mendorong, meludahi, menendang, menggigit, meninju, memarahi,
dan merampas.
2.
Menyerang suatu objek, yang dimaksudkan disini
adalah menyerang benda mati atau binatang.
3.
Secara verbal atau simbolis, yang termasuk di
dalamnya adalah, mengancam secara verbal, memburuk-burukkan orang lain, sikap
mengancam dan sikap menuntut.
4.
Pelanggaran terhadap hak milik atau menyerang
daerah orang lain.